Mencari Kebenaran Materiil Tragedi Kanjuruhan
Reportasemalang – Kota Malang, Tragedi Kanjuruhan, merupakan tragedi yang masih terngiang-ngiang dalam ingatan seluruh bangsa Indonesia. Dimana dari tragedi tersebut, telah menelan korban hingga 135 nyawa meninggal, 24 orang mengalami luka berat dan 623 orang luka-luka. Tentu hal ini menimbulkan duka yang mendalam bagi keluarga korban yang di tinggal. Selain itu, menimbulkan trauma yang mendalam dan berkelanjutan bagi para korban yang mengalami luka-luka dan keluarga korban.
Hingga saat ini proses penegakan hukum atas tragedi kanjuruhan telah memasuki babak di meja hijau (ruang sidang) di PN Surabaya. Dalam meja hijau, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut 2 (dua) dari 5 (lima) terdakwa dengan tuntutan 6 tahun 8 bulan penjara dengan dalil bahwa, kedua terdakwa terbukti melanggar tiga pasal sekaligus yaitu Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan Pasal 360 ayat (2) KUHP atau Pasal 103 ayat (1) jo pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Selain itu, JPU menyampaikan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan tindak pidana karena kesalahannya atau kealpaannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, serta menyebabkan orang lain menderita luka berat.
Dalam hal hukum pidana, tindak pidana pada dasarnya tidak hanya merupakan perbuatan merusak tatanan hukum, tetapi juga merusak tatanan masyarakat karena tindak pidana yang terjadi di masyarakat akan menyangkut kepentingan korban, lingkungan, masyarakat luas dan negara.
Akan tetapi yang menjadi pokok permasalahan terhadap tindak pidana yang dilakukan tersebut harus tercantum dalam hukum negara. Tindakan tersebut dinyatakan sebagai tindakan kejahatan dan harus dikenakan pertanggungjawaban pidana.
Faktor – Faktor
Bekaitan dengan proses hukum yang sedang berlangsung mengenai tragedi Kanjuruhan, tentu dalam perkara pidana harus mengedepankan asas kebenaran materiil. Kebenaran materiil adalah suatu fakta yang menurut pembuktian materiil di anggap sesuatu yang benar atau memang benar demikian adanya.
Faktor-faktor untuk mewujudkan kebenaran materiil tersebut adalah bukti-bukti yang secara yuridis materiil dapat di ungkapkan sebagai suatu “benang jalinan pengertian” yang melukiskan wujud, fakta, asal mula, riwayat jalannya perkara yang bersangkutan dalam perkembangan demi perkembangan.
Dalam perkara pidana, hakim mencari kebenaran materiil sehingga harus di buktikan kebenaran peristiwanya (beyond reasonable doubt). Dalam artian, apabila di persentasekan maka keyakinan hakim dalam perkara pidana harus betul-betul 95%, sedangkan 5%-nya adalah keliru. Artinya, hakim harus di yakinkan berdasarkan alatalat bukti yang ada senilai 95% untuk dapat menghukum seorang terdakwa. Apabila hakim tidak dapat di yakinkan senilai persentase 95% maka hakim tersebut akan membebaskan si terdakwa dari segala tuduhan.
Dengan demikian pemahaman beyond reasonable doubt adalah bagaimana Jaksa Penuntut Umum meyakinkan hakim berdasarkan alat-alat bukti yang ada. Supaya nilai keyakinan hakim tersebut mencapai 95% atau lebih, supaya tuntutan pidananya terbukti dan terdakwa di jatuhi pidana.
*) Penulis : La Rian Hidayat., SH., MH – Ketua Umum HMI Cabang Malang
**) Seluruh isi dalam artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis
***) Reportasiana terbuka untuk khalayak umum sebagai media edukasi. Kirimkan artikel maksimal 5000 kata beserta Curriculum Vitae dan No Telepon yang dapat terkonfirmasi ke alamat email [email protected] atau Wa ; 0881-0820-79809