Ramai Pejabat Flexing Tak Cerminkan Pelayan Masyarakat

Sabtu, Maret 11, 2023 Oleh: Achmad Faiz
Reportasemalang
Sekretaris Umum Badko HMI Jawa Timur, Yusfan Firdaus. (Foto: Yusfan/reportasemalang)

ReportasemalangJawa Timur, Usai kasus penganiayaan terhadap anak pengurus GP Ansor beberapa waktu lalu. Kini terkuak pula dugaan kasus korupsi, penggelapan serta pencucian uang yang dilakukan oleh oknum mantan pejabat eselon III pegawai pajak berinisial RAT.

Buntut dari kasus ini, mengarah pada gaya hidup glamour (flexing) RAT dan keluarganya. Nyatanya, hobi flexing tidak hanya dilakukan oleh RAT saja. Belakangan diketahui Kepala Bea Cukai Yogyakarta juga dicopot dari jabatannya, lantaran hobi flexing di sosial media Instagram.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Jawa Timur (Badko HMI Jatim), Yusfan Firdaus menilai bahwa apa yang dilakukan oleh para pejabat tersebut sama sekali tak mencerminkan sikap pelayan masyarakat.

Menurutnya, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), harus menjadi abdi masyarakat dan menjadi contoh yang baik untuk masyarakat.

“Sikap yang mereka lakukan ini justru tak mencerminkan abdi masyarakat itu sendiri, bahkan masyarakat harus kecewa dan marah karena kasus penganiayaan yang dilakukan beberapa waktu lalu oleh anak dari RAT,” kata Yusfan kepada Beritabaru.co, Jumat 10 Maret 2023.

Ia juga menyarankan ada baiknya Kementerian Keuangan melakukan evaluasi secara menyeluruh dan seksama kepada setiap instansi yang berada di bawah naungannya.

“Saya sarankan, Menteri keuangan untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan pengawasan terhadap Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Tapi jika memang bu Sri Mulyani sudah tak sanggup untuk mengevaluasi kinerja jajarannya, baiknya mundur saja,”ujarnya.

Audit Forensik Harta Kekayaan Pejabat Kemenkeu
Pada akhir Februari 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan banyak sampel data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) belum sesuai. Khususnya terkait akurasi harta dan kekayaan yang disampaikan perlu ditingkatkan dari data yang telah dilaporkan.

Hal tersebut bagi Yusfan menggambarkan bahwa banyak pejabat yang belum menerapkan asas transparansi dan akuntabilitas dalam proses pelaporan harta kekayaan.

“Maka dari itu, dianggap perlu untuk dilakukan audit forensik kepada para pejabat publik dalam hal ini pimpinan Ditjen Pajak untuk memastikan kebenaran harta kekayaan yang telah dilaporkan,”tegasnya.

Menurut Wiratmaja (2010) audit forensik merupakan suatu pengujian mengenai bukti atas suatu pernyataan atau pengungkapan informasi keuangan untuk menentukan keterkaitannya dengan ukuran-ukuran standar yang memadai untuk kebutuhan pembuktian.

Lebih lanjut Yusfan menjelaskan bahwa audit forensik sendiri merupakan pemeriksaan dan evaluasi catatan keuangan perusahaan atau personal guna mendapatkan bukti pada saat di pengadilan atau saat proses hukum berlangsung. Dalam rangka melakukan audit forensik, dibutuhkan prosedur akuntansi untuk mengaudit dan pengetahuan ahli tentang hukum audit itu sendiri.

Dalam hal ini, audit forensik mencakup berbagai kegiatan investigasi yang kerap dilakukan untuk menuntut suatu pihak atas penipuan, penggelapan, atau kejahatan yang berkaitan dengan keuangan lainnya. Kemampuan audit forensik juga sangat dibutuhkan para penegak hukum buat membantu mengungkap dan mengidentifikasi aliran dana dari hasil tindak pidana yang disembunyikan.

“Kami mendorong BPK dan KPK melakukan audit forensik terhadap harta kekayaan Pejabat Ditjen Pajak yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kewajaran harta yang dilaporkan sesuai dengan realitasnya. Selain itu, dari hasil audit tersebut kita dapat mengetahui potensi tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pejabat Ditjen Pajak,”kata Yusfan. (Faiz)