Pemenuhan Kebutuhan Pangan, Dewan Profesor UB Dorong Paradigma Kedaulatan Pangan
Reportasemalang – Kota Malang, Mengusung tema “Mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional Dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan yang Baik dan Sehat Bagi Warga Negara”, Dewan Profesor Senat Akademik Universitas Brawijaya (UB) menggelar agenda seminar nasional.
Dalam sambutannya, Ketua Dewan Profesor UB, Prof Dr Armanu, SE MSc mengatakan, pembicaraan berkaitan dengan kedaulatan pangan telah menjadi pemikiran bagi ilmuan, bagi praktisi dan juga bagi pengamat. Apalagi, seiring dengan perubahan waktu maka lingkungan mengalami perubahan.
“Baik itu perubahan di lingkungan sosial, politik, ekonomi, budaya dan juga lingkungan global,” ujarnya di gedung Widyaloka UB, Rabu (15/6/2022).
Adanya perubahan-perubahan ini menjadikan strategi dan kebijakan dari institusi terkait, serta perilaku pengambil keputusan turut mengalami perubahan. Sehingga perubahan-perubahan ini perlu ditinjau kembali, dikaji dan dibahas dari berbagai sudut pandang dan berbagi disiplin ilmu.
“Terimakasih kepada para narasumber yang telah menyempatkan hadir untuk menyampaikan hasil pemikiran-pemikiran dalam pertemuan ini. Semoga seminar ini bisa bermanfaat untuk pencapaian tujuan misi dan visi institusi kita dalam hidup bermasyarakat dan bernegara,” tuturnya.
Sementara itu dalam pemaparannya, Guru besar bidang lingkungan hidup dan SDA Fakuktas Hukum Universitas Brawijaya, Prof Dr Rachmat Safaat, SH MSi mengatakan, isu kedaulatan pangan sebenarnya merupakan persoalan lama. Karena selama ini ada kesalahan pemahaman antara pengambil keputusan dengan kalangan akademisi. Dimana pengambil keputusan tetap mempertahankan ketahanan pangan.
Menurutnya, ketahanan pangan merupakan sebuah proses pemenuhan pangan pada warga negara. Dimana warga negara tidak harus mempersoalkan pangan itu darimana. Dari dalam negeri atau luar negeri, yang penting ada ketika dibutuhkan.
“Karena paradigma ketahanan pangan yang dianut oleh negara, maka saat ini kita tergantung pada impor. Hampir seluruh bahan pangan kita impor, seperti kedelai, beras, daging dan yang lain,” ungkapnya.
Sedangkan kedaulatan pangan adalah bagaimana negara berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri dalam negeri, diupayakan. Keberadaan tanah petani dipenuhi, pupuk dipenuhi, semuanya dipenuhi supaya petani bisa memenuhi kebutuhan pangan warga negara.
Contohnya di Cina dan Amerika, petaninya diberikan subsidi yang cukup besar karena dia menjaga stabilitas pangan di negaranya. Sedangkan di Indonesia tidak, yang disubsidi justru kelompok tani berdasi, sehingga di Indonesia banyak petani yang keluar dari pertanian.
“Jadi petani kita itu sekarang tua-tua. Sementara petani yang muda sudah jarang yang jadi petani. Karena mereka lebih tertarik lari ke buruh industri. Dalam konteks itulah, apalagi sekarang kita lagi krisis tentang beras, minyak goreng, cabai dan daging. Maka ini menjadi isu penting,” ucapnya.
Sebab itu, kedepan mereka akan merekomendasi kepada negara, agar Indonesia kedepannya tidak salah langkah. Karena ini soal paradigmatik.
Paradigma itu pola pikir dimana nanti teknis mengikuti paradigma. Sehingga paradigmanya harus dirubah, jangan lagi ketahanan pangan tapi kedaulatan pangan.
“Maka itu harus digeser paradigmanya sehingga nanti merubah peraturan, merubah paradigma, perilaku dan merubah tata kelola,” tuturnya.
Menurutnya, seorang ilmuan pernah mengatakan, jika negara tidak mampu mengelola pangannya, maka persoalan lainnya tidak akan beres. Tapi kalau persoalan pangan ini beres, pasti persoalan lainnya juga beres.
Karena itu, mereka juga akan merekomendasikan untuk merubah konstitusi. Sebab di konstitusi tidak ada rumusan yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pangan yang baik dan sehat.
“Jadi konstitusinya dulu diperbaiki. Baru undang-undangnya, setelah itu implementasinya, ini jangka panjang,” sebutnya.
Sedangkan untuk jangka pendek, masyarakat harus mulai menanam tanaman pangan seperti cabe dan yang lainnya agar tidak terjadi krisis pangan.
” Tapi jangka panjangnya soal regulasi dan kebijakan menjadi persoalan penting dan serius yang harus diubah,” pungkasnya. (Agus N)