Reportasemalang – Universitas Brawijaya (UB) melalui UPT Pengelola Kawasan Hutan UB (UB Forest) terus mengembangkan konsep forest healing sebagai bagian dari pemanfaatan jasa lingkungan hutan. Program ini tidak hanya ditujukan bagi pasien rumah sakit, tetapi juga untuk masyarakat umum guna meningkatkan kualitas kesehatan.
Kepala UPT Pengelola Kawasan Hutan UB, Dr. Mochammad Roviq, S.P., M.P., menjelaskan bahwa forest healing merupakan inovasi yang memanfaatkan suasana asri hutan untuk menjaga kesehatan fisik maupun mental.
“Konsep forest healing itu sebenarnya adalah pemanfaatan jasa lingkungan yang diizinkan oleh Kementerian Kehutanan. Kami bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran untuk meningkatkan mutu kesehatan, bukan hanya untuk orang sakit, tapi juga bagi yang sehat agar kesehatannya lebih optimal,” jelas Roviq dalam Bincang Santai (BONSAI) bertajuk ‘Inovasi Pengelolaan Hutan Pendidikan untuk Bumi’ di UB Forest, Selasa (23/9/2025).

Dijelaskan Roviq, ada tiga konsep utama yang dijaalankan dalam Forest healing, yaitu forest tracking, forest healing itu sendiri, dan forest therapy.
Forest tracking dilakukan melalui aktivitas jalan santai di jalur hutan sambil mengenalkan manfaat agroforestri dan kondisi ekosistem.
Forest healing diarahkan untuk relaksasi, seperti pelepasan emosi (anger release) dan penyegaran pikiran.
“Nah nanti yang healing itu misalnya yang akan kami gagas tapi masih diskusi adalah anger release, bagaimana melepaskan emosi dan kemudian mengosongkan pikiran. Tapi memang ini nanti kami akan bekerja sama dengan Fikes dan Fakultas Kedokteran,” ungkapnya.
Sedangkan Forest therapy nantinya dirancang khusus untuk pasien Rumah Sakit Universitas Brawijaya (RSUB) sebagai bagian dari metode penyembuhan berbasis alam.
“Rencananya forest therapy akan dimanfaatkan untuk warga yang sedang dirawat di RSUB sebagai salah satu bentuk terapi kesehatan dengan memanfaatkan kawasan hutan,” tambah Roviq.

Selain itu, UB Forest juga aktif menjaga keberlanjutan hutan melalui konservasi tanah dan air. Salah satunya dengan membangun terasering dan menanam Multi Purpose Tree Species (MPTS) seperti alpukat.
Pemilihan MPTS dinilai sebagai solusi tengah antara menjaga kelestarian hutan sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.
“Kalau hanya tanaman hutan yang tidak boleh ditebang, tantangannya justru dari masyarakat. Dengan MPTS, masyarakat tetap mendapat hasil panen, sementara hutan tetap terjaga kelestariannya,” pungkas Roviq.