Search
Close this search box.
23 Oktober 2024

Di Tengah Krisis PB HMI Serukan Penguatan Demokrasi Dan Ekonomi Pembangunan

Reportasemalang
Keynote Speech di sampaikan oleh Dr. Fachry Ali., M.A. (Foto: Sayamah/reportasemalang)

Bagikan :

ReportasemalangNasional, PB HMI Bidang Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Desa mengadakan Simposium Nasional bertema “Peta jalan Indonesia Emas : Memperkuat Demokrasi, Pembangunan, dan Kesejahteraan”, di Ballroom Millennium Hotel Sirih Jakarta. Minggu, (13/10/2024)

Simposium Nasional PB HMI menghadirkan 2 Keynote Speech. Pertama, Dr. Fachry Ali, M.A., dalam penyampaiannya beliau menekankan pentingnya kebijakan moneter dan fiskal dalam pembangunan ekonomi sangat dipengaruhi oleh subjektifitas Presiden. Selain pengaruh hard power seperti partai politik dan kelompok kepentingan, soft power dari kaum intelektual dan teknokrat, termasuk HMI, sangat penting dalam membentuk kebijakan ekonomi masa depan.

Kedua, Prof. H. Emil Salim, S.E., M.A., Ph.D. dalam Keynote Speachnya juga menekankan pentingnya cendikiawan muslim untuk mengembangkan akal rasio dalam penyelesaian masalah yang semakin kompleks di negara ini seperti perubahan iklim, semakin berkurangnya sumber daya alam, dan ekonomi yang lesu dimana perlu pendekatan ilmiah, bukan sekedar ibadah formalistic.

Reportasemalang
Sesi foto bersama Narasumber. (Foto: Sayamah/reportasemalang)

Acara ini turut mengundang beberapa Narasumber seperti Dr. Tauhid Ahmad, Dr. H. Refly Harun, S.H., M.M., LL.M, Dra. Chusnul Mariyah., Ph.D, Prof Eko Priyo Purnomo, S.IP, M.Si, M.Res, Ph.D, Dr. H. Ujang Komaruddin, M.Si, Daud Yordan, Dr. Taufiqurokhman, A., Ke., S.Sis, M.Si, dan Raziv Barokah, S.H, M.H. Para Narasumber menyampaikan berbagai macam analisis kritik mengenai permasalahan multi-dimensional di Indonesia yang masih ada selama Pemerintahan Presiden Jokowi. Dimana pada pemerintahan selanjutnya akan menjadi warisan yang berat untuk diperbaiki.

Sebagai pemantik diskusi, PB HMI melalui Ketua Bidang Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Desa, Maryadi Sirat mengutarakan bahwa simposium ini dirancang sebagai ruang diskusi yang inklusif, kritis, dan konstruktif bagi seluruh elemen bangsa untuk melakukan evaluasi total terhadap pemerintahan sebagai bentuk pertanggungjawaban Insan Akademis untuk memberikan kritik konstruktif dan solusi.

“Pembahasan mendalam bersama para Narasumber diperlukan guna mencari solusi praktikal serta rekomendasi kebijakan yang tepat”, ujar Maryadi Ketua Bing OTODA & Pemberdayaan Desa PB HMI

“Dalam Simposium Nasional ini, berbagai masalah krusial yang berkaitan dengan tujuan bernegara di Indonesia menjadi fokus diskusi yang mendalam. Salah satu isu utama yang mencuat adalah disorientasi tujuan bernegara, yang dipicu oleh praktik nepotisme serta partai politik yang belum sepenuhnya demokratis. Akibatnya, hukum yang seharusnya berfungsi sebagai pelindung justru berubah menjadi alat yang menguntungkan segelintir pihak”, lanjut Maryadi yang juga Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia

Di sisi lain, Otonomi Daerah menghadapi tantangan besar karena ketidakseimbangan kewenangan dan keuangan antara pusat dan daerah. Hal ini membuat banyak daerah masih bergantung pada pemerintah pusat, sehingga sulit untuk mencapai kemandirian yang diharapkan. Dalam aspek ekonomi, kurangnya penerapan prinsip Good Corporate Governance akan berdampak negatif pada pembangunan di berbagai sektor.

Simposium ini juga menyoroti pentingnya pendidikan politik yang komprehensif untuk mewujudkan demokrasi yang lebih matang. Namun, upaya ini belum menjadi prioritas. Perhatian lain juga tertuju pada potensi penyalahgunaan big data oleh Aparat Penegak Hukum ataupun Pejabat Pemerintahan untuk memengaruhi opini publik.

Serta perlunya evaluasi ulang terhadap metode penilaian ekonomi yang selama ini terlalu bergantung pada data Year-on-Year (YoY). Ekonomi inklusif diidentifikasi dan diprediksi sebagai kunci pembangunan yang berkeadilan, tetapi implementasinya masih terkendala oleh monopoli sumber daya dan lebarnya kesenjangan akses.

“Keadaan Indonesia sekarang berada pada momentum transisi Pemerintahan yang esensial sehingga harus terus diawasi dan dikawal terutama oleh mahasiswa sebagai pilar demokrasi. Hal ini dikarenakan beberapa permasalahan seperti penegakan hukum yang tidak berjalan, kecenderungan pemerintah yang lamban dalam merespon kritik publik dan semakin minimnya partisipasi para pemuda dan pemudi untuk memperbaiki keadaan. Keadaan ini menjadi isu yang perlu dikaji mendalam oleh PB HMI sebagai akademisi dan cendikiawan muslim Indonesia sehingga nantinya bisa dicarikan solusi secara holistik dan dapat memberikan masukan kebijakan yang progresif. Inilah alasan mengapa diadakannya simposium nasional urgen dilaksanakan”, ungkap Maryadi Sirait sebagai Pemantik Diskusi Narasumber

Reportasemalang
Pemantik diskusi Simposium oleh Ketua Bidang Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Desa PB HMI , Maryadi Sirait. (Foto: Sayamah/reportasemalang)

Rekomendasi Simposium Nasional Untuk Negara

Dalam simposium nasional, sejumlah rekomendasi strategis diajukan untuk memperbaiki keadaan negara. Pertama, perlu adanya perbaikan kaderisasi dan budaya politik yang sehat berdasarkan demokrasi dan meritokrasi, mulai dari kampus hingga tingkat nasional.

Kedua, penguatan pengawasan berbasis masyarakat sipil, dengan keterlibatan akademisi, diperlukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam politik dan hukum.

Ketiga, menekankan pentingnya pengawasan yang kuat untuk melengkapi pemerintahan, serta peningkatan kualitas SDM dan teknologi agar Indonesia bisa bersaing di era digital.

Keempat, mencakup perwakilan di MPR sebagai solusi untuk kelemahan demokrasi langsung, pengendalian sistem digital, serta kebijakan affirmative action untuk akses ekonomi, reindustrialisasi, dan penguatan UMKM.

Kelima, percepatan transisi energi hijau dan regulasi anti-monopoli diusulkan untuk mencapai keadilan sosial dan ekonomi.

Melalui diskusi-diskusi yang digelar dalam simposium ini, Maryadi Sirat sebagai representative PB HMI berharap Simposium ini dapat membangun konsensus Nasional yang kuat untuk memperjuangkan demokrasi dan ekonomi yang lebih substansial di pemerintahan yang akan datang. Dengan demikian, peta jalan menuju Indonesia Emas 2045 tidak hanya menjadi visi semu, melainkan rencana yang realistis dan dapat diimplementasikan oleh seluruh elemen lapisan masyarakat demi kemajuan Bangsa Indonesia.