Universitas Brawijaya Kukuhkan Empat Profesor Lintas Ilmu
Reportasemalang – Universitas Brawijaya (UB) mengukuhkan empat profesor lintas ilmu dalam bidang ilmu, Nutrisi dan Pakan Ikan, Hidrologi dan Konservasi Sumber Daya Air, Korosi dan Pelapisan , serta Transfer Biopanas pada Kamis (7/12/2023) di Gedung Samantha Krida.
Mereka adalah Prof. Dr. Ir. Anik Martinah Hariati, M.Sc. sebagai Profesor aktif ke 20 di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Prof. Dr.Eng. Donny Harisuseno, S.T., M.T. sebagai Profesor aktif ke 23 di Fakultas Tehnik (FT). Prof. Dr. Femiana Gapsari Madhi Fitri, S.T., M.T. sebagai Profesor aktif ke 24 di Fakultas Teknik (FT). Prof. Dr. Slamet Wahyudi, S.T., M.T. sebagai Profesor aktif ke 25 di Fakultas Tehnik (FT).
Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Dr. Ir. Anik Martinah Hariati, M.Sc. menyampaikan, penyebab utama gagalnya industri budidaya udang pada awal tahun 1990an adalah akumulasi bahan organik sisa pakan yang memicu meningkatnya ammonia nitrogen.
Untuk mengatasi masalah tersebut Prof. Anik telah menghasilkan teknologi sinbiotik berbasis spora, merupakan model teknologi yang diawali dari isolasi bakteri AOB (Ammonia Oxidizing Bacteria): Nitrosomonas, dengan NOB (Nitrite Oxidizing Bacteria), Nitrobacter, dan Nitrospira, bersama Bacillus dan Lactobacillus.
“Sinbiotik ditambahkan dalam pakan yang berfungsi untuk menstabilkan kualitas air dan membantu sistem pencernaan, penambahan sinbiotik pada sistem budidaya bioflok, terbukti berhasil menurunkan ammonia nitrogen (dari 1,6 menjadi 0,4 mg L-1),” jelasnya.
Menurutnya, kelebihan utama dari teknologi sinbiotik berbasis spora ialah bisa disimpan dalam waktu yang lama. Dan ketika diaplikasikan dia mampu memenuhi ke-empat fungsi yang antara lain menstabilkan kualitas air, menyediakan pakan tambahan bagi ikan maupun udang yang berasal dari penguraian bahan organik sisa pakan, membantu ikan dalam proses pencernaan pakan alami, dan menghindari serangan patogen.
“Sedangkan kelemahan utama dari teknologi ini ialah masih harus diterapkan secara integratif dengan sistem bioflok, kegagalan dalam proses mempertahankan C/N ratio bisa menyebabkan kurang optimalnya fungsi dari sinbiotik berbasis spora,” ungkapnya.
Sedangkan Prof. Dr.Eng. Donny Harisuseno, S.T., M.T. menyampaikan, konsep pengelolaan limpasan air hujan konvensional di wilayah perkotaan saat ini masih mengandalkan peran fisik (saluran) yang mengalirkan limpasan sesegera mungkin ke sungai. Pendekatan konvensional ini kurang memiliki kemampuan adaptasi.
Karena itu Prof. Donny menggunakan System Hybrid G2I (green-gray infrastructure), yang merupakan konsep untuk mengintegrasikan fungsi infrastruktur fisik drainase (gray infrastructure) dan lingkungan (green) dalam penanganan limpasan.
“Keunggulan dari sistem ini terletak pada ketangguhan dan fleksibilitas yang tinggi dalam menangani limpasan permukaan air hujan sekaligus mendukung konservasi air. Sistem ini juga mampu menjamin upaya konservasi air tanah dan permukaan baik dari aspek kuantitas dan kualitas air sehingga mampu mendukung terwujudnya ketahanan air perkotaan (urban water resilience) tangguh dan adaptif terhadap perubahan iklim,” ujarnya.
Sementara Prof. Dr. Femiana Gapsari Madhi Fitri, S.T., M.T. menyampaikan, penggunaan TKO sebagai inhibitor dan pelapis anti korosi menawarkan solusi yang menjanjikan untuk tantangan yang dihadapi oleh berbagai industri. Penggabungan TKO juga mampu memberikan performa pelapisan yang tinggi dan perlindungan korosi yang lebih unggul.
“Keunggulan dari TKO sebagai inhibitor yaitu, bersifat adhesi dan penghalang yang kuat dengan penambahan nanoselulosa pada TKO. TKO juga membentuk lapisan hidrofobik pada permukaan yang heterogen dan melawan difusi uap air,” tuturnya.
Selain itu, TKO bersifat ramah lingkungan tetapi tetap memiliki kemampuan ketahanan fisik, kimia, dan korosi yang baik, serta daya rekat kuat pada substrat logam.
“Kelemahan penggunaan TKO selain umur pakai dan ketahannanya rendah juga membutuhkan biaya relatif besar dari inhibitor korosi organik pada umumnya langsung dapat digunakan setelah di ekstraksi,” tandasnya.
Terakhir Prof. Dr. Slamet Wahyudi, S.T., M.T menjelaskan, kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya, serius dan melemahkan. Serta berhubungan dengan disabilitas beberapa fungsi neurologis, gangguan perilaku psikopatologis dan emosional yang memerlukan rehabilitasi berkelanjutan.
Salah satu metode metode yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan terapi hipertermia yaitu Teknologi Microwave Ablation (TMA). Teknologi ini sebagai pembangkit biopanas yang memungkinkan ablasi jaringan agar lebih mudah diprediksi dan mampu menghasilkan volume ablasi lebih besar dalam jangka waktu yang lebih singkat serta memberikan intensitas energi lebih rendah sehingga kerusakan jaringan dapat dikendalikan.
Distribusi temperatur transfer biopanas pada sel kanker yang dihasilkan dari TMA merupakan hasil simulasi metode elemen hingga untuk mengurangi kerusakan pada sel-sel sehat di sekitarnya dan memastikan penggunaan TMA aman dan tanpa risiko.
“Kelebihan TMA yaitu mampu menghasilkan suhu sangat tinggi, sering kali lebih dari 100°C, sangat kondusif dalam penggunaan beberapa aplikator, tidak merusak jaringan dan tidak memerlukan komponen tambahan lainnya,” terangnya.
“Kelemahan dari TMA ini adalah jika antenna yang dimasukkan pada sel kanker tidak optimal dan hasil yang diperoleh kurang efektif , bisa mematikan sel-sel di luar kanker,” pungkasnya.