Tim Pengmas F.Psi Universitas Indonesia Gelar Penyuluhan, Bahas Resiliensi dan Pola Asuh untuk Cegah Stunting
Reportasemalang – Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Pengmas) Fakultas Psikologi (F Psi) Universitas Indonesia (UI) menggelar penyuluhan. Terkait dengan penguatan resiliensi psikologis dan pola asuh untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak dalam mencegah stunting’.
Bertempat di RA Al Jauhar, Ngijo, Karangploso Malang, kegiatan ini diikuti sekitar 100 orang peserta dari Wali Santri, kader PKK dan Warga sekitar, Sabtu (26/10/2024).
Ketua tim pengabdian masyarakat sekaligus narasumber, Sali Rahadi Asih, M.Psi., MGPCC, Ph.D mengatakan, pola asuh yang baik sangat penting untuk mencegah agar stuntingnya tidak semakin parah.
Menurut Sali, pola asuh setiap orang berbeda beda. Namun pola asuh yang akomodatif sebenarnya membuat anak komunikasinya lebih baik. Dan orang tuanya bisa lebih paham terhadap anak.
“Ada empat pola asuh yakni pola asuh otoriter, pola asuh otoritatif, pola asuh abai dan pola asuh memanjakan,” terang Sali.
Dari empat pola asuh tersebut, pola asuh otoritatif menjadi pola asuh yang paling tepat. Yakni gaya pengasuhan yang seimbang antara pengaturan dan dukungan. Otoritatif peraturannya tetap ada namun lebih fleksibel dibandingkan otoriter.
“Misalnya anak ada jadwal makan, tapi sebenarnya anak belum mau makan. Daripada harus maksa harus makan sekarang, mungkin di tunggu dulu sambil mengajak anak main. Jadi lebih ada fleksibilitas,” jelasnya.
Yang tidak kalah penting lanjut Sali, adalah Resiliensi keluarga dalam pengasuhan. Resiliensi sendiri adalah kemampuan seseorang untuk bangkit dan bertahan menghadapi kesulitan atau stres.
“Ini seperti kemampuan untuk tetap kuat dan tidak mudah menyerah saat menghadapi tantangan,” paparnya.
Dalam konteks pengasuhan, resiliensi membantu orang tua dan keluarga untuk mengatasi stres dan masalah yang muncul.
Orang tua yang resiliensinya kuat dapat lebih mudah dalam menghadapi tantangan, menjaga kesehatan emosional, mendukung anak, membangun hubungan keluarga yang kuat.
“Strategi memperkuat resiliensi orang tua yakni dengan perawatan diri, dukungan sosial, belajar dan beradaptasi, tetapkan batasan, praktik mindfulness dan fokus pada solusi,” tandasnya.
Anggota tim pengabdian kepada masyarakat, Muh. Anwar Fu’ady menjelaskan, kasus stunting sebenarnya banyak sekali terjadi dan sudah menjadi perhatian berbagai pihak. Dimana kasus stunting tidak hanya terjadi pada mereka yang memiliki status ekonomi rendah. Tetapi juga terjadi pada status ekonomi tinggi.
Artinya, gizi mungkin mereka terpenuhi tapi dari sisi sikologi, pola asuhnya atau ketahan orang tuanya ketika mengalami stres pengasuhan itu belum dijamah.
“Berdasarkan dari hasil assesment kami kebanyakan kasus stunting proses penanganannya biasanya dengan asupan gizi yang cukup. Tapi kami di sini mengambil dari sisi psikologinya, yang masih belum banyak dijamah,” pungkasnya.