Penghargaan Kepada Prof Bambang dan Prof Wani, UNITRI Gelar ‘Tribute 50 Tahun Mengabdi Dalam Dunia Pendidikan’
Reportasemalang – Bertajuk ‘Tribute 50 Tahun Mengabdi Dalam Dunia Pendidikan’ Universitas Tribhuwana Tunggadewi (UNITRI) Malang memberikan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Guritno dan Prof. Ir. Wani Hadi Utomo, Ph.D. Yang dinilai telah menunjukkan komitmen dan dedikasi yang luar biasa dalam dunia pendidikan.
Acara Tribute ini digelar di Science Techno Park (STP) Kampus II UNITRI. Bersamaan dengan Pembukaan Seminar Internasional “Biochar for Cabron Capture and Stroge to Achieve Sustainable Depelopment”, Minggu (2/6/2024).
Ketua Panitia Tribute dan Seminar internasional, Prof.Dr.Ir.Widowati, MP, menyampaikan, pemberian penghargaan atau tribute layak dianugerahkan kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. Bambang Guritno dan Prof. Ir. Wani Hadi Utomo, Ph.D. Yang telah berkontribusi nyata dalam dunia pendidikan selamam 50 tahun (1974-2024).
“Beliau berdua berprofesi sebagai pengajar, pendidik, peneliti dan pengabdi yang berhasil mencerdaskan dan menghasilkan anak bangsa yang berkarya di berbagai lapisan masyarakat,” ujarnya.
Disebutkan, Prestasi Prof. Bambang Gurtino, selain sebagai akademisi, juga pernah menjabat Rektor Universitas Brawijaya periode 2002-2006. Prof Bambang juga sebagai peneliti cassava dan bidang pertanian yang karyanya banyak dipublikasikan di jurnal nasional maupun internasional.
“Beliau juga penulis buku-buku ajar dan prosiding yang banyak diicitasi oleh berbagai kalangan,” sebutnya.
Sedangkan Prof. Wani Hadi Utomo, meniti karir sebagai dosen sejak 1974. Prof Bambang merupakan lulusan S3 dari Adelaide University Australia tahun 1982 dalam bidang Ilmu Tanah, pernah menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana UB dan Rektor UNITRI.
“Beliau sebagai penggagas berbagai organisasi profesi, diantaranya Asosiasi Biochar Indonesia (ABI) dan aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan,” ungkap Prof Widowati.
Sementara itu Prof. Dr. Ir. Bambang Guritno mengatakan, dirinya dihitung mengabdi selama 50 tahun sejak diangkat sebagai asisten tetap di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB). Dan kemudian sampai sekarang masih berkecimpung di dunia pendidikan tinggi.
“Di UB saya menjabat mulai pembantu Dekan satu, Dekan tiga hingga menjadi Rektor UB. Setelah itu juga berkecimpung di dunia pendidikan tinggi dan di BPTP dan di Ban PT dalam rangka akreditasi nasional pendidikan tinggi,” terangnya.
Berbeda dengan di UB yang merupakan perguruan tinggi negeri. Berkiprah di UNITRI yang merupakan perguruan tinggi swasta memerlukan perjuangan yang ekstra. Karena semuanya harus mandiri.
“Termasuk dana harus diperoleh secara mandiri. Pemerintah membantu tetapi tidak banyak,” ucapnya.
Lebih lanjut, dikatakan Prof Bambang, sebenarnya pendidikan itu tidak sangat tergantung pada dana. Ia bisa membuktikan bahwa dengan uang kuliah yang tidak besar UNITRI juga bisa membangun berbagai fasilitas.
“Baik fasilitas laboratorium lapangan yang luasnya 8 hektar di Wagir. Dan di Tlogomas ini ada di atas lahan seluas 2 hektar,” ungkapnya.
“Itu artinya bahwa pendidikan tidak harus mahal. Pendidikan walaupun tidak mahal, tidak ada kaitannya dengan kualitas pendidikan. Karena dengan uang yang tidak banyak, bisa juga mencapai akreditasi program studi yang unggul,” tandasnya.
Senada, salah satu pendiri UNITRI, Prof. Ir. Wani Hadi Utomo, Ph.Dl menceritakan, sebagai orang yang berasal dari keluarga tidak mampu. Dirinya memiliki keinginan kuat untuk mendirikan Universitas yang semua orang bisa masuk asal punya keinginan.
“Pada saat itu PTS masih mahal, sehingga saya ingin membantu teman-teman yang kurang beruntung dalam bidang ekonomi. Yang punya uang silahkan bayar, yang tidak punya uang tetap kita tampung,” kisahnya.
Prof Wani kemudian menilai, perbedaan mahasiswa jamannya dulu mulai masuk tahun 1969 dengan sekarang adalah kemauan. Kalau dulu karena fasilitas sangat terbatas, sehingga mahasiswa harus berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan bahan-bahan bacaan dan bahan kuliah.
“Sekarang sebaliknya, dengan adanya fasilitas yang sedemikian mudahnya. Harapan kita mestinya membuat mereka semakin mudah mencari sumber informasi. Tapi kenyataannya mereka menjadi makin malas, terutama malas membaca,” jelasnya.
Karena itu Prof Wani berpesan, jangan mudah putus asa dengan halang yang dihadapi. Sebab perjalanan hidup ini tidak mulus, pasti akan ada halangan yang harus dihadapi.
“Orang mungkin melihat saya dan Prof Bambang perjalanan kariernya mulus. Mulai dari asisten ahli sampai guru besar. Tapi sebenarnya tidak semulus itu, banyak halangan yang harus dihadapi. Itu yang kita tidak boleh putus asa karena halangan,” pungkasnya.