Berikan Wawasan Tentang Pernikahan, MD Forhati Kota Malang Gelar Akademi Usia Pra Nikah “Canting Ayu”
Reportasemalang – Sejumlah persoalan dalam keluarga belakangan ini semakin kerap terjadi. Utamanya di era digital yang harusnya semua ada dalam genggaman tangan, ternyata justru mengurangi kepekaan seseorang terhadap kondisi.
Sehingga memicu munculnya berbagai permasalahan dalam keluarga. Seperti kasus perceraian, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), stunting, fenomena childfree, kejahatan seksual, pamer kekayaan, korupsi, kebrutalan, hingga perdagangan manusia. Bahkan dari data perceraian tahun 2022, jumlah perkara perceraian di Jawa Timur mencapai 95.917 perkara.
Melihat fenomena tersebut, Majelis Daerah (MD) Forum Alumni HMI-WATI (Forhati) Kota Malang, menggelar Akademi Usia Pra Nikah. Dengan mengambil tema “Calon Pengantin Adem, Ayem, Tentrem dan Utuh Menuju Keluarga Bahagia” (Canting Ayu).
Diikuti sekitar 40 peserta, Akademi Usia Nikah ini digelar di Hako Cafe, Graha Insan Cita Kota Malang, Jumat (4/8/2023).
Koordinator Presidium Forhati Kota Malang, Emma Budi Sulistiarini menyampaikan, kegiatan sebagai usaha preventif yang harus diberikan sejak awal. Guna menyiapkan wawasan, mental, psikologis, bahkan materiil sebelum memasuki bahtera rumah tangga.
“Forhati sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan intelektual, merasa perlu untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dan mahasiswa di usia pra nikah mereka. Guna mencegah terjadinya kasus-kasus perceraian, KDRT, child free, stunting maupun flexing,” ungkap dosen Universitas Widyagama Malang tersebut.
Menurut Emma, melalui kegiatan ini bisa memberikan edukasi sekaligus solusi praktis untuk mengatasi kasus-kasus tersebut. Artinya pembekalan terhadap usia pra nikah itu tidak hanya dari segi agama saja. Tapi juga dari beberapa aspek diantaranya pemahaman tentang pernikahan, manajemen keuangan keluarga, psikologi keluarga dan kearifan lokal.
“Kearifan lokal itu nanti isinya tentang adat budaya yang ada di pernikahan. Karena hal-hal itu juga perlu diperkenalkan,” ucapnya.
Lebih lanjut disampaikan Emma, dalam Akademi Usia Pra Nikah ini dihadirkan sejumlah narasumber untuk memberikan berbagai materi terkait pernikahan. Mulai dari materi pemahaman pernikahan, surat perjanjian pra nikah, fenomena childfree, stunting, manajemen keluarga, psikologi pernikahan, hingga pelestarian adat dalam pernikahan.
Para pemateri diantaranya, Drs. H. Ghufron, M.Pd (Kepala KUA kec Lowokwaru), Dr. H. Sholehudin, MH (Advokat), Hj. Siti Nooraini Immawati (Pengusaha dan Forhati), Rosyida Nur Binti K (Ahli gizi), Ustdzh Hj. Rukmini (Ketua dewan penasehat Forhati Kota Malang dan Ketua Aisyiah Jawa Timur), Dini Latifun N (Psikolog RSSA dan Presidium Forhati Jawa Timur), Redy Eko Prasetyo (Budayawan).
“Untuk narasumber, selain dari keluarga besar Kahmi dan Forhati, kami juga mengundang langsung Kepala KUA Lowokwaru,” sebutnya.
Setelah mengikuti Akademi Usia Pra Nikah ini, lanjut Ketua Pelaksana, Luciana Anggraeni, diharapkan para peserta semakin mendapatkan gambaran seperti apa sih menikah dan berumah tangga itu. Apa saja yang perlu disiapkan agar tidak ada lagi kasus-kasus tersebut.
“Para peserta nantinya mendapatkan sertifikat dari Forhati dan Kohati yang diketahui Kepala KUA Lowokwaru. Harapnya sertifikat ini bisa untuk persyaratan pernikahan dimanapun mereka berada,” tandasnya.
Presidium Kahmi Kota Malang, Arif Bakhtiar sekaligus membuka kegiatan, mengaku sangat mengapresiasi Akademi Usia Pra Nikah yang digagas MD Forhati Kota Malang. Menurutnya, kegiatan ini sangat penting bagi para remaja di usia Pra Nikah.
“Dari materi-materi yang diangkat, saya lihat sangat berbobot dan memang dibutuhkan bagi mereka yang sudah merencanakan untuk menikah,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala KUA kec Lowokwaru Drs. H. Ghufron, M.Pd, menyampaikan tentang Nikah Sirri dan Nikah Dini. Menurutnya, ada sejumlah alasan mengapa tidak dicatatkan, diantaranya mempelai laki-laki masih terikat perkawinan.
“Atau bisa juga mempelai perempuan tidak mendapatkan restu dari orang tua atau wali,” ucapnya.
Selain itu lanjut Ghufron, pernikahan Sirri juga menimbulkan dampak negatif, utamanya kepada istri dan anaknya. Misalnya saja suami menelantarkan keluarga, suami tidak memberi nafkah atau terjadi masalah harta Gono-gini.
“Dalam hal ini suami tidak bisa dituntut karena tidak ada bukti pernikahan,” terang Ghufron.
Sedangkan Advokat Dr. H. Sholehudin, MH. menjelaskan tentang Surat Perjanjian Pra Nikah. Dimana perjanjian pra nikah merupakan perjanjian tertulis yang dibuat calon suami istri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan. Untuk melindungi hak dan kewajiban suami istri setelah menikah.
Menurutnya, isi perjanjian pra nikah dapat bervariasi tergantung pada preferensi dan kebutuhan pasangan yang akan menikah.
“Biasanya mencakup harta benda, peran, hak dan kewajiban. Atau hak asuh anak jika sampai terjadi perceraian,” jelasnya.
Menurut Sholehudin tujuan perjanjian pra nikah tentunya untuk memastikan bahwa hak-hak dan kepentingan pasangan yang akan menikah dilindungi dan dipertahankan.
“Melindungi hak dari anak-anak dari perkawinan sebelumnya. Mengatur pembagian harta. Menciptakan rasa aman dalam hubungan, karena sebenarnya menikah itu sendiri sudah merupakan perjanjian dalam agama (Islam) dan telah tercantum dalam buku nikah,” pungkasnya.